colorizetemplates.com

Jumat, 20 Agustus 2010

Ada Naskah Tertulis 7 Tokoh

PALANGKA RAYA - Dahulu ketika penetapan Jekan mejadi Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Ada sebuah naskah tertulis yang ditanda tangani tujuh tokoh masyarakat, berisi pernyataan tentang kesediaan menyerahkan tanah. Apabila terkena tanah milik masyarakat, artinya diserahkan secara suka rela.
Yakni wilayah mulai Kali Kameloh (jembatan Kameloh) ke arah barat (arah ke hulu). Namun, menurut ADJ Nihin, nyatanya belakangan ada beberapa kasus tanah gugatan ke pemerintah. “Dalam menyambut penetapan pemindahan Ibukota Republik Indonesia ke Kalteng, harus ada penegasan tentang pengalihan status tanah, agar tidak menjadi permasalahan dibelakang hari, tidak ada yang dirugikan,” kata mantan Sekda Pemprov Kalteng, Jumat (20/8) kemarin.
Nihin memisalkan, bila bangunan pemerintah terkena tanah yang dikuasai penduduk dalam berbagai tingkat status. Harus diselesaikan pembebasannya sesuai ketentuan yang berlaku, sepanjang tidak diserahkan secara suka reka.
Menurut Nihin, untuk letak yang dijadikan ibukota Negara, kiranya tidak mesti di areal perkotaan Palangka Raya. Tetapi wilayah tertentu seputar Palangka Raya yang memenuhi syarat. Sehingga lebih leluasa dalam pengaturan tata ruangnya, serta mengurangi penggusuran bangunan atau saranan fisik yang telah ada.
“Penduduk Kalteng, utamanya penduduk Palangka Raya dan sekitarnya, perlu mempersiapkan bukti-bukti otentik kepemilikan lahan atau kapling areal yang dikuasainya,” katanya.
Dijelaskan Nihin, apabila terjadi pemindahan ibukota. Harus memberi peluang penyelenggaraan pemerintahan negara yang lebih baik, teratur dan aman. Fasilitasi pendukung seperti ketersediaan ruang, fasilitas, mobilitas dan perangkat keras lainnya. Kesemuanya harus mampu memfasilitasi keperluan penyelenggaraan negara secara relatip prima-proporsional seperti yang telah tersedia pada kedudukan yang lama.
“Khusus ketersediaan ruang lahan di Kalteng peluangnya cukup besar dengan kriteria pada wilayah hutan yang tidak produktif dan kesuburannya rendah di sekitar kota Palangka Raya, bebas banjir dengan ketentuan pembangunan drainase yang prima dibangun lebih dahulu,” paparnya.
Bila pusat pemerintahan ada di Kalteng, kata dia, distant value dan time value tidak bermasalah lagi bagi provinsi-provinsi di pulau yang besar ini. Juga berimbas pada komponen biaya perjalanan yang sangat hemat. Tetapi, akan terjadi sebaliknya bagi wilayah-wilayah yang berdekatan dengan ibukota sebelumnya.
Dijelaskan Nihin, pemindahan ibukota negara bukanlah hal yang mustahil, tergantung kesepakatan nasional, kemampuan finansial dan pertimbangan strategis lainnya. Berbeda kalau dalam kondisi darurat, seperti pada masa revolusi kedudukan Presiden Republik Indonesia pernah di Padang dan juga Yogyakarta.
“Jakarta dengan kondisinya sekarang harus dievaluasi. Kepadatan sudah sedemikian rupa, banjir selalu menghantui warga Jakarta setiap musim, juga permukaan tanah terancam anjok bila ada gempa. Memang tidak sederhana memindah predikatnya sebagai ibukota, mengingat sejarah perjuangan bangsa, sebagai kota proklamasi, dan usianya 480 tahun telah berurat-berakar yang kokoh-kuat,” pungkas Nihin. (cah)

0 komentar:

Posting Komentar